Ibu yang Berpura-pura 1

Vimax Asli
Obat Pembesar Panjang Penis

Bangun pagi seperti biasa, Joko masih malas-malasan di tempat tidur. Lamat- lamat didengarnya suara denting alat dapur, "Ibu," pikir Joko sambil tersenyum.

Belakangan ini Joko sering memperhatikan ibunya. Hal itu bermula ketika Joko tak sengaja melihat ibunya yang sedang ganti baju di kamarnya. "Ternyata ibu gede banget susunya."

Sejak saat itu Joko selalu curi-curi kesempatan untuk melihat tubuh ibunya. O iya, Joko masih kelas 2 smu. Tinggal d sebuah desa yang cukup jauh dari kota. Sumini, ibunya, sudah janda sejak Joko kelas 4 SD. Ayah Joko meninggal karena demam berdarah, meninggalkan sawah luas yang cukup bahkan lebih untuk makan dan kebutuhan sehari-hari mereka berdua. Ibu Joko tergolong cantik, agak gemuk dengan pantat bulat dan dada besar, dari kutang yang pernah Joko lihat berukuran 38. Banyak yang naksir juga tapi Sumini selalu menolak halus dengan alasan bahwa dia sudah tenang hidup berdua dengan anaknya.

Seperti laki-laki normal, Joko bangun dengan tenda di celana kolornya, males-malesan bangun itu juga karena kebelet pipis. Dilihatnya ibunya sedang mengiris bawang di dapur, ibunya saat itu pake daster selutut motif batik dan yang membuat Joko penasaran adalah goyangan dadanya yang lepas tanpa terhalang. Sontak tenda di kolor Joko tambah tinggi. Pelan-pelan Joko mendekat dan mengamati susu ibunya dari lengan daster yang agak lebar, terlihat gumpalan putih nan mulus pangkal susu ibunya.

"Eh Joko, bikin kaget aja, sana mandi dulu."

"Bentar, bu," Joko mendekat sambil memperhatikan pantat ibunya yang bergoyang ketika mengiris bawang. "Lagi masak apa, bu?"

"Lagi mau bikin sambel goreng buat sarapan kita." jawab Sumini. Dia tau juga bahwa sebenarnya anaknya dari tadi memperhatikan tubuhnya. Dia sadar juga kalau akhir-akhir ini Joko sering memperhatikan dirinya. 
Sumini juga tau kalau Joko sering berusaha ngintip dia waktu mandi. Awalnya Sumini risih juga tapi ketika suatu pagi dia melihat tonjolan di celana Joko, ada rasa hangat yang aneh di dirinya. Telah lama Sumini tak dijamah laki-laki. Sebagai wanita normal, Sumini rindu belaian laki-laki.

"Aku kan sudah tua, kenapa Joko tertarik padaku?" tanya Sumini dalam hati. Ada perasaan tersanjung. Tapi Sumini juga sadar tak mungkin meladeni keinginan anaknya. Tapi entah kenapa pagi ini Sumini secara spontan melepas bh dan ingin tahu reaksi Joko.

"Ibu cepet banget ngiris bawangnya?" ucap Joko sambil mendekati ibunya.

"Kan udah biasa, Jok," jawab Sumini, dari sudut matanya ia dapat melihat betapa tonjolan di celana anaknya begitu tinggi seakan-akan mau merobek kolor itu. Sumini gelisah, rasa hangat itu terasa menggelitik selangkanganya.

"Ajarin ngiris bawang dong, buk," kata Joko sambil memepetkan badannya ke tubuh ibunya, kontan kontolnya yang dari tadi tegang menyentuh pantat ibunya. Joko sudah nekat, dia benar-benar tak tahan melihat tubuh bohay ibunya.
"Ada-ada saja kamu, Jok, sudah mandi sana, keburu siang." ujar ibunya wajar, seolah tak terjadi apa-apa.

"Bentar aja bu, pingin nyoba ngiris bawang," ucap Joko sambil memeluk ibunya dari belakang dan meraih tangan ibunya yang memegang pisau. Tubuhnya yang lebih tinggi membuat ia bisa melihat melewati pundak ibunya dan otomatis kontolnya menghunjam di belahan pantat ibunya.

Sumini terhenyak, kontol itu terasa begitu panas di belahan pantatnya. Sejenak ia menikmati denyutan hangat itu, vaginanya seakan hidup, memanas dan Sumini merasa cairan hangat membasahi. Lututnya terasa goyah, tapi ia berusaha bertindak sewajar mungkin.

"Sudah nak, mandi dulu," ucap Sumini mengakhiri situasi aneh itu, mengambil irisan bawang dan keluar dari pelukan anaknya.

Joko masih berdiri mematung ketika ibunya bergeser, otomatis kontolnya tergesek kuat di pantat ibunya dan tanpa dapat ditahan kontol culunnya yang terburu nafsu memuntahkan cairan yang membasahi celana kolornya.

"Ooooh.. enaknya," lenguh Joko.

"Buruan mandi, Jok, udah siang!" hardik Sumini.

"I-ya, bu," bergegas Joko kabur ke kamar mandi.


Tak ada yang berubah sejak kejadian pagi itu, ibunya tidak marah dan Joko tambah berani untuk curi-curi kesempatan melihat atau menjamah tubuh ibunya. Tapi yang pasti ibunya akan marah jika Joko bertanya atau membicarakannya. Seperti minggu lalu ketika pulang sekolah, Joko melihat ibunya pake daster pendek dan jelas-jelas Joko tau tak ada cetakan celana dalam di pantat ibunya.

Iseng Joko nyeletuk, "Ibu gak pake cd ya?"

ibunya diam tak menyahut, tapi tak lama kemudian masuk kamar dan keluar lagi dengan daster panjang semata kaki. Tak ada komentar dari ibunya, tak ada omelan karena marah. Tapi Joko jadi tau dia harus jaga mulutnya. Siang terik sekali ketika Joko pulang sekolah, bergegas ia masuk rumah setelah parkir motornya di teras.

"Bu, Joko pulang!" teriaknya.

"Iyaa... ganti baju trus makan," sahut ibunya dari belakang.

Joko ganti baju cepat-cepat trus ke belakang. "Ibu dimana sih!?" tanya Joko setengah berteriak.

"WC, Jok. Buang air."

Deg... Joko tersenyum, wc itu terletak agak jauh melewati tempat jemuran di belakang rumah. Bangunan 1x1,5 meter dengan pintu seng dan 2 hari yang lalu Joko telah melubangi pintu seng itu tepat di tengah setinggi lututnya. Tak berapa lama Joko sudah jongkok di depan pintu wc itu, Joko tak terlalu peduli bahwa ibunya pasti akan tau kalo dia sedang mengintip, pelan-pelan matanya ditempelkan di lobang pintu itu.

Jleeeg.. Jantung Joko serasa berhenti, lututnya serasa goyah, kerongkonganya terasa kering karena tepat dihadapannya tersaji vagina ibunya yang merekah, merah dan basah. Joko tak tahu pasti bagus atau tidak vagina di depannya ini, tapi yang jelas vagina itu terlihat tembem dengan sepasang bibir tebal, Joko bahkan dapat melihat jelas itil ibunya yang sebesar kacang tanah. Dan hai, lobang kecil itu mengeluarkan air...

Srrrr... Kencang sekali aliran air itu, rupanya ibunya lagi pipis. Jembut ibunya rupanya juga dipotong pendek dan rapi. Joko buru-buru bangkit dari depan wc ketika melihat ibunya sudah cebok, setengah berlari ia masuk ke rumah sambil memegangi otongnya yang ngaceng dari tadi tapi belum sempat membetulkan posisinya hingga nyangkut di cd. Buru-buru masuk kamar, Joko lalu melepaskan celana kolor dan cdnya. Kontol 15 sentimeternya berdiri tolol dan manggut-manggut. Didengarnya ibunya masuk dan menutup pintu belakang. Joko masih berdiri bengong dengan kontol tegang menghadap pintu kamarnya.

Sesaat kemudian, "Sudah makan, Jok?" tanya ibunya sambil melongokkan kepala di pintu kamar. Walaupun sekilas, Joko dapat melihat kalo ibunya juga melihat kontolnya yang lagi ngaceng.

"B-belum, bu," jawab Joko canggung.

"Salin baju, ibu ambilkan makan," ibu Joko menutup pintu kamar kembali.

"Yess... akhirnya ibu tau kalo kontolku gede," sorak Joko dalam hati. Dipungutnya celana kolornya. Dipakenya dan dengan tenda tinggi di selangkanganya, ia menghampiri meja makan. Dilihatnya ibunya sedang mengambil nasi dari bakul.

"Segini cukup, nak?" tanya ibunya sambil memperlihatkan sepiring nasi di tangannya.

Joko buru-buru mendekat, cukup dekat sehingga ujung tenda kolornya menyentuh pipi pantat ibunya.

"Lele apa ayam?" tanya ibunya lagi.

"Lele."

Ibunya menjangkau lele di tengah meja, momen itu dimanfaatkan Joko untuk menggesek-gesekan kontolnya di belahan pantat ibunya.

"Nih makannya, habiskan ya.."

"Iya, bu,"

Ibu Joko kemudian beranjak mengambil remot tv dan naik ke dipan. Ruang tengah itu memang cukup luas, selain meja makan ada tv dan dipan kecil. Ibu Joko suka duduk atau tiduran nonton tv disitu.

"Jok, abis makan kalau kamu mau keluar, pintu depan tutup ya.. ibu ngantuk."

"Iya, bu." jawab Joko sambil memasukkan suap terakhir nasinya, ia lalu membawa piring kotornya ke dapur dan kembali ke ruangan itu lagi. "katanya ngantuk, kok belum tidur, bu? Geser dikit dong,"

"Filemnya bagus... kamu yang nempel dinding, Jok, ibuk lagi liat tv,"

Joko merayap naik ke dipan dan memeluk ibunya dari belakang. 
Ibunya yang tidur miring menghadap tv tampak serius dengan layar tv 21 inchi itu. "Filem anak sekolah, kok ibu suka?" celoteh Joko.

"Sudah diam... Ceritanya bagus." hardik ibunya.

Ranjang itu sempit, Joko memeluk erat perut ibunya. Kontan saja kontolnya yang tadi sempat layu jadi tegang lagi sekeras kayu. Iseng-iseng Joko meraba-raba paha ibunya. Menunggu reaksi dari ibunya, tapi ibunya tetap serius dengan tv. Pelan-pelan Joko mengusap-usap paha ibunya dan menarik daster ibunya senti demi senti ke atas. Joko hampir terlonjak kegirangan ketika daster itu telah sampai di pantat ibunya. Tidak ada cd disitu. Joko beringsut sedikit, memelorotkan celana kolornya, lalu bergerak lagi ke atas hingga kontolnya tepat di belahan vagina ibunya.

Pelan pelan Joko mulai menggesek-gesek belahan pantat ibunya. Dia masih ragu untuk memeluk ibunya lagi. Jadi dengan berpegangan pada kepala dipan, Joko menggesek dinding luar vagina ibunya. Kebisuan menyelimuti mereka berdua, Joko dengan susah payah terus menyodok untuk masuk ke vagina ibunya.

Mungkin menyadari kesulitan anaknya, ibunya sedikit bergerak dan menekuk satu kakinya. Cleep... Joko merasakan kepala kontolnya dijepit gumpalan hangat nan basah.

"Oooh, semilyar dolar rasanya," pelan tapi pasti Joko mulai memasuki tubuh ibunya dalam dan semakin dalam. Awalnya memang seret dan jepitan vagina ibunya begitu kuat, tapi rupanya pelumas dari vagina ibunya makin banyak hingga Joko dengan mantap memompa dengan nikmat.

Setelah hampir 5 menit Joko merasakan jepitan yang luar biasa kencang, ia dapat melihat tangan ibunya meremas remote tv di genggamannya, tapi remasan dan kedutan vagina ibunya lebih luar biasa. Joko tak mampu bertahan lagi dan dengan kuat kontolnya menyemburkan cairan kental di dalam vagina ibunya. Joko terengah-engah lelah dan nikmat, kontolnya menyusut kecil dan keluar dengan sendirinya dari jepitan vagina ibunya.

"Ibu mau angkat jemuran, Jok, nanti keburu sore." ujar ibunya santai tanpa beban seolah tak pernah terjadi apapun.

***

"Buk, Joko pulang nih!" teriak Joko ketika memasuki ruang tamu rumahnya, sejenak ia heran karena ada beberapa puntung rokok di meja rumahnya. Selama ini tak ada yang merokok di rumah ini.

"Ibu di belakang, Jok, kamu ganti baju dulu," sahut ibunya.

Joko dengan cepat ganti baju kaos singlet dan celana kolor tanpa cd, pakaian seperti itu sudah jadi seragam dinasnya kalau di rumah. "Tadi ada tamu siapa, bu?" tanya Joko sambil menghampiri ibunya yang sedang mencuci gelas kopi.

"Bulekmu(bibi) mau mantu, ibu diajak nglamar bakal mantunya, ibu kan saudara tua jadi apa-apa ya diikutkan."

"Trus kapan, buk?"

"2 hari lagi," jawab ibunya singkat.

Bulek Darmi rumahnya tidak jauh dari rumah Joko. 
Bulek Darmi adalah adik satu-satunya dari Sumini, ibu Joko. Wajah dan perawakannya hampir mirip dengan ibu Joko, agak gemuk, putih, dengan dada dan pantat yang menggoda. Karena memang dulu dia kawin muda maka sekarang dia lebih dulu mantu, apalagi anaknya perempuan. Anaknya juga baru lulus smp, tapi maklumlah orang desa umur segitu wajar-wajar aja mau nikah.

Hari H itu datang juga, dan selama 2 hari itu Joko suntuk berat. Gimana tidak, bulek Darmi minta tolong dibuatkan beberapa roti dan kue, otomatis ibunya jadi super sibuk dan Joko ketiban sibuk juga. Sejak ngentot 3 hari yang lalu, setiap kali melihat ibunya, Joko sudah ngaceng berat. Tiap pulang sekolah Joko harus bantu di dapur, senang sebenarnya berduaan, apalagi ibunya juga tidak pelit memamerkan susunya dari balik kaos yang tak berkutang, atau memberikan pandangan sekilas dari vagina di balik rok yang tanpa cd.

Tapi kesalnya itu cuma melihat, Joko sudah berulang kali coba menyenggol, tak sengaja meraba, dll... tapi ibunya selalu menghindar. Memang kerjaan banyak, Joko tau itu, tapi tetap saja kesal karena sange terus-terusan, sampai akhirnya ketika ke belakang dan melihat deretan cd sedang dijemur, tanpa pikir panjang Joko mengambil semua cd itu. Tak terima juga, Joko mencari cd di lemari pakaian ibunya, menaruh semua dalam satu plastik dan menyembunyikannya di kamarnya.

"Biar ibu gak pernah pake cd," dengus Joko tersenyum puas.

***
"Sudah siap, Jok?" tanya ibunya, mereka memang akan segera berangkat.

"Sudah, bu." sejenak Joko terpukau, ibunya dalam balutan hijab hijau, begitu anggun dan keibuan. "ibu cantik banget." puji Joko spontan.

"Halah... Ibu dah tua, Jok. Ayo buruan, itu mobilnya datang." jawab ibunya, di jalan depan rumah sudah terparkir sebuah mobil panter, nampak terlihat paklek Tekno keluar dari dalam mobil.

"Lho, motor tossa buat ngangkut bawaan kita dimana, dek Tekno?" songsong ibu Joko.

"Waduh, maaf mbakyu, motornya mogok, gak bisa jalan, terpaksa desek-desekan, mbakyu,"

"Apa ya muat, dek? Bawaannya banyak gini."

"Ya nanti diatur, mbakyu. Ayo, Jok, dimasukkan semuanya ke mobil,"

"Iya, lek," jawab Joko singkat, bergegas dia membawa kotak-kotak roti ke dalam mobil. Joko memang diajak ke acara lamaran itu karena memang ia nanti yang bertugas membawa bingkisan-bingkisan itu.

Mobil itu sudah sesak dengan kotak-kotak kue, bulek Darmi duduk di belakang sopir di tengah tumpukan kotak-kotak kue hingga ia tak bisa bergerak, di depan sebelah sopir ada mbah Wongso bapaknya lek Tekno, duduk dengan memangku rantang yang entah apa isinya. Joko memasukkan semua kotak-kotak di belakang yang merupakan 2 buah bangku saling berhadapan. Joko dan ibunya duduk di belakang berdampingan dan di depannya ada tumpukan kotak-kotak kue. Perlahan-lahan mobil itu berjalan.

"Nyaman, buk?" tanya Joko sambil memperhatikan wajah anggun ibunya.

"Lumayan, Jok." jawab ibunya sambil bersandar dan memejamkan matanya.

Joko yang sudah 2 hari menyimpan konaknya pura-pura membetulkan posisi duduk sementara sikutnya menyenggol-nyenggol susu ibunya. Sumini tak nampak bereaksi apapun, matanya tetap terpejam. Joko jadi tambah berani, ia yakin penumpang di depan takkan mengetahui aksinya, pelan jemarinya hinggap di paha ibunya. Dengan lembut ia mengusap-usap paha mulus yang terbalut gamis hijau itu.

"Mbakyu, gimana ini, kotak roti yang bawah peyok nih?" ucap bulek Darmi mengagetkan Joko dan ibunya.
 
"Trus gimana, Mi, rusak semua kalo tumpukannya gak dikurangi." kata ibu Joko.
"Aku dan Darmi sudah mangku parcel buah, mbakyu, belakang ada tempat?" tanya paklek Tekno.

"Gini aja, paklek, ibu biar kupangku, nanti tempat duduknya bisa dipake buat numpuk kotak-kotak roti itu," usul Joko.

Sejenak hening sampai ibunya menyahut, "Kamu yakin, Jok, masih 30 menit perjalanan lagi lho?"

"Gak papa, bu,"

"Ua udah, pak sopir berhenti bentar ya,"

Dengan cepat ibunya Joko menata ulang kotak-kotak dan menyusunnya di tempat dia duduk tadi sehingga kini penumpang di depan hanya dapat melihat kepala mereka. Joko tersenyum, rupanya ada rencana sendiri dalam otaknya. Ketika ibunya sibuk menata kotak, dia sibuk pula melepas celana dan plorotin cdnya sampe ke paha. Joko tahu sekilas ibunya juga melirik kontolnya yang telah berdiri kaku.

"Ibu berat lho, Jok, kamu siap?"

"Gak papa, buk, Joko kan gede," jawab Joko smbil memegang ujung bawah gamis ibunya, dan sebelum ibunya duduk di pangkuannya, ia menarik cepat ke atas dan kini kain bawah ibunya berjubal di perut. Joko dapat merasakan hangat belahan pantat ibunya tanpa terhalang apapun karena memang ibunya tak pake cd, akibat dicolong semua oleh Joko.

Mobil bergerak perlahan, jalanan desa itu memang jauh kalau dikatakan bagus, bergelombang dan lobang di sana-sini. Joko dengan santai memeluk perut ibunya. Kontolnya terasa hangat terjepit pantat ibunya. Dapat dirasakannya ibunya berulangkali mendesah lembut. 
Tangan kanan Joko mulai menyusuri paha mulus ibunya. Mengusap-usap dan meremas lembut. Akibatnya beberapa kali ibunya menggelinjang geli dan horny.

"Jangan, Jok, gila kamu," bisik ibunya.

Joko tersentak kaget, slama ini ibunya tak pernah mau bicara bila sedang bermesraan, "Ini sebuah kemajuan," pikir Joko.

"Mereka gak akan tau, bu, gak kliatan." bisik Joko, dengan cepat dia membasahi jarinya dengan ludah dan dengan cepat pula bergerak mencari celah panas di selangkangan ibunya. Vagina ibunya terasa panas di jemari Joko, pelan dan hati-hati jari-jari Joko menguak bibir gemuk vagina ibunya.

Sumini tampak menggigit bibirnya ketika Joko mengusap-usap itilnya. Joko tahu ibunya berusaha sebisa mungkin bertingkah seolah tak terjadi apapun. Jari Joko seakan bermata di vagina ibunya, kini kedua tangannya beraksi memberi nikmat di selangkangan ibunya, jari tangan kiri memainkan itil, 2 jari kanannya asyik menyusuri lobang senggama ibunya dan tak lama ibunya gemetar, jari-jarinya mencengkeram erat lengan Joko dan...

Serr... serr... Joko merasakan aliran kental hangat di jarinya. Ibunya mengejang. Sejenak Joko memberi waktu ibunya untuk memulihkan ngilu di vaginanya, namun tak lama ibunya mulai bergerak berdiri pura-pura membetulkan pakaian, tapi secepat kilat menyambar kontol Joko, mengarahkannya dan...

Zlebbb...
"Aduh," pekik Joko reflek karena kaget dan ngilu.

"Kenapa, Jok?" tanya bulek Darmi yang sedari tadi diam sibuk dengan pikirannya.
"Gak papa, bulek, kaget aja ibuk gerak gak bilang-bilang."

"Lagian siapa tadi yang ngeyel mau mangku?" sahut ibunya ketus.

"Iya, gak papa, buk." jawab Joko sambil menghunjamkan kontolnya ke atas dengan keras sampai kepala ibunya terbentur ke plafon mobil.

"Aduh," pekik ibunya yang kaget bukan karena kepalanya yang terbentur, tapi merasakan kontol anaknya yang menembus rahimnya.

Bulek Darmi yang mendengar pertengkaran ibu dan anak itu malah terkekeh tanpa menyadari yang sebenarnya terjadi. Resiko ketahuan dan
jalanan yang bergelombang membuat persenggamaan ibu dan anak itu menjadi lebih nikmat, sensasinya luar biasa... apalagi ibunya membuat vaginanya meremas dan mengemot-emot kontol Joko.

"Tempekmu enak banget, buk," bisik Joko di telinga ibunya.

Ibunya diam tak menjawab, tapi Joko merasakan remasan dan emotan vagina ibunya semakin intens. Mati-matian Joko berusaha bertahan. Tapi ini terlalu nikmat. Dan ahhh... Joko meremas susu ibunya kuat-kuat. Bertubi-tubi lahar hangatnya membombardir rahim ibunya. Dan itupun membuat ibunya mendapat puncak nikmat untuk yang kedua kalinya.

Keduanya terdiam meresapi sisa nikmat sanggama mereka, sampai mobil mereka melewati sebuah gapura kecil bercat kuning, ibu Joko berbisik: "Bereskan pakaianmu, dah mau nyampek,"

***

Hari minggu, Joko masih malas-malasan di tempat tidur walaupun sudah bangun dari tadi. Malas karena memang sudah rutinitas ibunya di hari minggu, naik angkutan umum ke pasar pagi-pagi sekali. Sejak kejadian di mobil kemarin, sebenarnya gak banyak perubahan yang terjadi, ibunya tetap saja dingin dan tak mau diajak bicara tentang hubungan intim mereka. Tapi kalau untuk sekedar memegang-megang tubuh ibunya, Joko tak perlu berpura-pura lagi, bila ibunya menolak, Joko sudah tau diri dan tak melanjutkan lagi. Joko sebenarnya ingin bisa tidur bareng dengan ibunya, tapi apa daya pintu kamar ibunya selalu dikunci pada malam hari.

Di jalan terdengar suara mobil berhenti dan beberapa saat kemudian derit pintu depan rumahnya terbuka, buru-buru Joko bangun dan keluar kamar. 
Dilihatnya sang ibu sedang membawa tas belanjaan yang sarat dan terlihat berat.
"Sini, Joko yang bawa, buk,"

"Nih, Jok. Eh, anak ibuk baru bangun tidur ya?" tanya ibunya sambil mendelik.

Joko cengengesan tak menjawab, langsung mengambil tas belanjaan dan membawanya ke dapur.

"Tadi ibu beli rawon di pasar, tak siapin sarapan ya," tawar ibunya.

"Joko mandi dulu, buk, biar seger."

"Iya gih, ibu tunggu," kata ibunya sambil membongkar tas belanjaan.

Joko balik ke kamar mengambil handuk, kamar mandinya ada di belakang, ketika jalan ke kamar mandi dilihatnya ibunya baru masuk kamar. Pintu kamar itu tak ditutup sempurna, ada celah sedikit, dilihatnya ibunya sedang ganti baju.
"Busyet, ibu ke pasar juga gak pake cd." Joko sontak jadi ngaceng membayangkan vagina ibunya yang telanjang bepergian kemana mana. Buru-buru dia lari ke belakang ketika dilihatnya ibunya sudah selesai ganti baju. Joko mandi cepat dan menyusul ibunya di meja makan.

"Jok, cd ibu kamu sembunyiin semua ya?" tanya ibunya ketika sarapan.

"Huk.. huk.." Joko sampai tersedak saking kagetnya.

"Aduh, kamu kenapa? Cepat minum air, ibu kan cuma tanya," kata ibunya kuatir.
"Iya, bu, habis Joko suka kalo liat ibu ga pake cd," jawab Joko terus terang.

"Kamu ini ada-ada saja, ibu sebenarnya gak mau bicarakan ini, tapi ibu harap kamu jaga rahasia ini, kamu tau kan maksud ibu?"

"Jaga rahasia apa, bu, soal celana dalam atau soal yang lain?" jawab Joko pura-pura bloon.

"Cd dan terutama yang lain itu," jawab ibunya jengkel.

"Yang lain apa sih?"

Ibunya mendelik, matanya yang bulat tampak jengkel sekali. Ia meletakkan sendok di tangannya dan menjangkau telinga Joko, menjewernya kuat-kuat.

"Adouwh... ampun, bu," teriak Joko kesakitan.

Tapi rupanya Sumini tak mau melepaskan dan berbisik di telinga yang dijewernya: "Awas kalo ada yang tau kamu ngentot ibumu sendiri,"

"Iya, bu, pasti," jawab Joko cengengesan sambil menggosok telinganya yang terasa panas.

"Nanti setelah makan bantu ibu kirim makanan buat orang-orang yang kerja di sawah,"
"Yah... kenapa sih kita gak bisa sehari saja santai berduaan, buk?" keluh Joko sambil meneguk gelas air di tangannya.

"Kalo mau makan ya kerja, Jok, lagian aku ibumu bukan istrimu," jawab ibunya ketus.

Joko hanya cengengesan sambil membereskan piring kotornya. "Ibu tambah cantik kalo marah." bisik Joko sambil menepuk pantat semok ibunya.

***
Dua rantang besar harus Joko bawa menyusuri pematang sawah, cukup berat karena memang ada 8 orang yang harus dikirim makanan. Ibunya berjalan di depannya dengan membawa sekresek besar krupuk. Berjalan di belakang ibunya punya keasyikan sendiri buat Joko, pantat ibunya yang semok bagai mengundang untuk dijamah. Meski dibalut kain, bongkahan itu terlihat bulat dan padat karena memang pematang sawah, adalah sarana fitnes ibunya setiap hari.

Setelah berjalan hampir 15 menit, sampai juga Joko di sawah milik ibunya. Ada sebuah dangau di tengah-tengah hamparan sawah yang baru ditanami itu, "Aduh, pegel tanganku, bu," kata Joko sambil menaruh bawaannya di lantai dangau yang terbuat dari bambu.

Ibunya tak berkomentar, ia melepas kain penutup kepalanya dan berdiri di pematang, lalu melambaikan kain itu ke 8 orang yang bekerja. Jarak mereka cukup jauh, sekitar 300 meter. Salah seorang dari mereka membalas lambaian itu.

"Kok mereka gak langsung kesini, buk?" tanya Joko.

"Kan belum jam ngaso, Jok," jawab ibunya singkat sambil melepas jaket dan kini tinggal daster tanpa lengan. Semilir angin meniup rambutnya yang panjang sepunggung.

Joko terlihat takjub dengan kecantikan matang ibunya. "Ibu cantik banget," bisik Joko sambil merengkuh pundak ibunya.

"Ibu sudah tua, Jok, teman-temanmu kan banyak yang lebih cantik," jawab ibunya berusaha dengan lembut melepas pelukan Joko.

Tapi Joko yang memang sudah kebelet dari tadi, tak mau menyerah begitu saja. Susu ibunya yang bulat montok segera jadi sasaran berikutnya. Apalagi ibunya tak pake bh. Benda itu diremasnya lembut, dan sentuhan ringan di putingnya yang mungil.

"Mereka bisa melihat kita, nak... ehh," lenguh ibunya. Rupanya remasan dan pilinan Joko membuat ibunya salah tingkah juga. oko dapat merasakan puting ibunya perlahan mengeras di jari-jarinya.

"Mereka jauh, buk, tak akan tau." bisik Joko sambil menjilati telinga ibunya.

Ibu Joko menggigil, tulang-tulangnya terasa lemas mendapat serangan nikmat dari anaknya. Perlahan dan lembut Joko membaringkan ibunya di dangau bambu itu. Sejenak mengagumi kecantikan alami ibunya, mata yang teduh nan sayup, hidungnya yang bangir runcing dan mulut serta bibir yang penuh nan seksi. Lembut Joko mengecup bibir itu, terasa manis dan bergetar.

"Cium ibu, nak," bisik ibunya parau.

Joko tersenyum. Seperti magnit, bibir mereka bertemu dalam ciuman panjang nan liar. Kecipak liur mereka seolah irama dahaga panjang yang menuntut pemuasan.
"Waktunya gak banyak, nak, cepatlah." ucap ibu Joko terengah-engah, ia menyibakkan kain yang dipakainya, membuka lebar kakinya dengan lutut setengah ditekuk.

Joko yang sedang duduk di sebelahnya takjub dibuatnya. Dengan gemetar ia meraba vagina ibunya yang terasa membara basah.

"Cepat, nak, matahari sebentar lagi di puncak," kata ibunya sambil menarik Joko agar menindihnya.

Segera Joko menindih ibunya, bayangan untuk melumat dan mengemut itil ibunya dibuangnya jauh-jauh karena kontolnyalah kini yang harus dipuaskan. Dengan lembut diusap-usapkan kepala rudalnya di mulut vagina ibunya yang basah kuyup.

"Buruan masuk....auhhhg," ibu Joko tak meneruskan kata-katanya. 
Matanya mendelik karena tiba-tiba kontol anaknya menerobos masuk dengan keras dan mengaduk rahimnya.

Dua kali Joko ngentot dengan ibunya, ini yang ketiga dan yang pertama kali dia bisa memasukkan kontol sedalam-dalamnya dengan posisi sempurna. Sejenak dihayatinya jepitan kuat nan lembut dari vagina ibunya. "Tempekmu uwenak, buk," bisik Joko di telinga ibunya.

"Kocok, nak," pinta ibunya.

"Pelan apa kenceng?"

"Kenceng,"
Tanpa ba-bi-bu Joko langsung mengayuh kontolnya cepat dan brutal. Dangau itu sampai bergoyang-goyang dibuatnya. Ibunya menggelinjang dan mulai menceracau tak tahan dengan nikmat di selangkangannya.

"Anak eedian.. ibu'e dewe dientot... Oouhh, enak'e kontolmu, nak." jerit ibunya sengau dan porno.

Joko takjub dengan sisi lain ibunya yang baru dikenalnya ini, dengan bertumpu di telapak tangan, Joko dapat mengagumi wajah cantik ibunya yang larut dalam lautan birahi. Sementara kontolnya tanpa henti mengebor vagina ibunya. Sampai akhirnya tangan ibunya merangkul tubuhnya erat, kedua kakinya mengait hingga Joko tak bisa mengocok kontolnya. Vagina ibunya terasa hidup, melumat, menjepit dan menyedot kepala kontolnya, serta luapan lahar hangat terasa begitu nikmat. Joko tak kuasa bertahan lagi dan peluru-peluru lendirnya pun membombardir rahim ibunya.

Keduanya masih berpelukan dalam nikmat, sisa-sisa orgasme begitu indah dan nikmat, sampai Joko melihat rombongan di kejauhan yang bergerak mendekat.
"Bu, mereka udah jalan kemari.”

"Yo wes nak, kita udahan. Cepetan pake celanamu!" Secepat kilat mereka berdua merapikan pakaian masing-masing.

Tak lama para pekerja sudah berada di pondok. "Eh, nasi'e wes dirantangin kemari yo, bu?" Kata Pak Gino, salah seorang dari pekerja.

"Iya, pak, sini monggo makan dulu." kata ibu Joko mempersilakan sambil membuka rantang untuk dihidangkan. Dibantu Joko yang dengan sigap menyiapkan nasi di atas tiap-tiap piring plastik. Semangat terpancar dari wajahnya karena nafsu yang sudah tersalurkan.

Setelah selesai acara makan siang, mereka dengan bergegas membereskan semuanya dan berpamit pulang. "Saya sama Joko tak pamit dulu ya Bapak-bapak, ada urusan lagi di rumah..." kata Ibu Joko mohon pamit.

"Weleh-weleh, sibuk bener yo iki ibuk'e Joko... 
Yo uwes bu, suwon yo, bu..." kata Pak Gino.

"Suwon, bu", kata pekerja yang lainnya bersahutan.

Ibu Joko dan Joko hanya mengangguk dan tersenyum. Ketika berjalan pulang, lagi-lagi Joko berada di belakang ibunya yang tak bosan-bosannya
melihat pantat ibunya saat berjalan. Bedanya kali ini di kain ibunya terlihat bercak basah bekas air maninya yang meluber sehabis persetubuhan mereka tadi.
"Bu, ntar di rumah kita lanjut lagi ya, Bu..." kata Joko cengengesan.

"Huss... sembarangan kamu," kata ibunya sambil tersenyum simpul.

Melihat itu Joko merasa sangat bahagia dan sepanjang perjalanan dia tetap saja membayangkan petualangan yang lain lagi dengan ibunya.

***

"Bluk," Joko melemparkan hapenya ke bantal, hape cina kecil mungil sebesar korek api gas itu masih berbunyi ribut.

"Cewek gatel," umpat Joko pelan. Sudah 2 hari ini, Murni, teman sekelasnya, ganggu dia dengan miskol-miskol yang bikin jengkel, cuma gara-gara Joko jarang balas smsnya.

"Tut.. tut.." Joko meraih lagi hapenya dan membaca sms yang masuk, dari Dirgo, tman sebangkunya yang mengajak ke kota untuk beli ban baru buat motornya.

Setelah membalas "Ya," Joko mencolokkan hape ke cas dan keluar kamar. Jam dinding masih pukul 8, sekolah hari ini libur karena guru-guru ada rapat di kecamatan.

"Anak ibu ya, mentang-mentang libur bangun jam 8," omel ibunya yang masuk melalui pintu belakang, rupanya habis mandi. Tubuhnya hanya ditutup handuk setengah paha dan setengah susunya.

"Gak tiap hari aja, buk," jawab Joko cengar-cengir sambil menikmati suguhan mulus tubuh ibunya.

"Mandi dulu sana, nanti sarapan bareng," kata ibunya sambil masuk kamar. Joko sendiri ogah-ogahan berjalan ke kamar mandi.

15 menit kemudian Joko dan ibunya sudah duduk bersama di depan meja makan.
"Eh, nak, nanti antar ibu ke kelurahan ya?" kata ibunya di sela-sela makan.
"Waduh, aku dah janji ma Dirgo mau beli ban. Emang jam berapa, buk?" jawab Joko sambil memandangi bibir seksi ibunya yang sedang mengunyah nasi.
"Nanti jam jam 10 gitu, masa kamu lebih mentingin temanmu daripada ibumu sendiri?" kata ibunya galak.

"Bukan gitu, buk... iya nanti belum jam 10 aku pulang," Joko buru-buru menghabiskan sarapannya. "Eh, biar Joko yang bawa ke belakang, buk," ucap Joko ketika melihat tangan kanan kiri ibunya yang mengangkat piring kotor bekas sarapan.

"Udah, gak papa,"

Tapi Joko sudah di belakang dan mengambil piring di tangan kanan dan kiri ibunya, di posisi ini memungkinkan bagi dia untuk menggesekkan kontol dalam kolornya ke pantat ibunya. Meski sekejap, gesekan itu cukup membuat Joko senang, pantat ibunya memang selalu menggairahkan. Dengan cengar-cengir dia bawa piring-piring itu ke belakang.

"Dirgo ada di depan tuh," kata ibunya ketika Joko selesai mencuci piring.

Di depan, teman sekelas sekaligus tetangganya itu sudah menunggu sambil mainan 2 hp di tangan kanan kirinya. "Aku pinjem hapemu sehari aja, Go," kata Joko.

"Emang hapemu kemana, Jok?"

"Ngedrop batrenya, si Murni miskol terus dari semalam, mau balas biar tau rasa."
"Haha.. kan dah kubilang, Murni suka kamu. Kamu aja jual mahal, bawa nih yang butut, batrenya full, tapi kartunya copot dulu,"

"Ok, sip," Joko menerima hp dan mencopot kartunya. "berangkat sekarang yuk, ibuku suruh antar ke kelurahan nanti. Nih kunci motornya, kamu yang joki," ucap Joko sambil melempar kontak motor ke arah Dirgo.

"Buk, Joko berangkat!" teriak Joko dari ambang pintu. Ibunya tergopoh-gopoh keluar, di tangannya ada beberapa lembar kertas.

"Hati hati ya.. Dirgo, belum jam 10 sudah harus pulang, penting!" teriak ibu Joko galak.

"Iya, bulek," jawab Dirgo kecut, "ibumu galaknya gak ilang-ilang, Jok,"

"Emang.. eh, nanti mampir ke apotik,"

"Mau beli apa?"

"Obat,"
"Obat apa? Siapa yang sakit?"

"Sakit galak ibuku biar sembuh,"

"Sarap lu," umpat Dirgo, motornya meraung dan jalan kecil di tengah sawah itu diterjangnya dengan kecepatan tinggi.

***

"Hampir jam 10, nih anak belum pulang juga," Sumini ibu Joko gelisah menunggu. Surat tanah untuk 5 hektar sawahnya sudah 6 bulan yang lalu dia urus, tapi baru kemarin ada kabar dari pak Lurah bahwa surat-suratnya sudah kelar.

Dilihatnya lagi jam dinding, kurang 10 menit. Sumini sudah rapi dengan hijab hijau gelap kesayangannya, dirabanya bokongnya yang terasa isis karena tak ada celana dalam yang membalutnya. Sebenarnya Sumini sudah tau kalau semua cdnya disembunyikan anaknya di bawah kolong ranjang, tapi dia pura-pura tak tahu. Entah kenapa ada sensasi yang mendebarkan bila keluar rumah tanpa celana dalam.

"Brum.. brum.." terdengar suara motor berhenti di halaman depan, bergegas Sumini keluar dan mendapati anaknya yang baru datang.

"Tumben, tepat waktu, Jok?" kata Sumini.

"Iya, kan mau kencan sama ibuk. Hehe,"

"Ngaco. Ayo buruan berangkat," ucap ibunya.

"Bentar, buk, tak ambil hape di kamar," jawab Joko sambil bergegas masuk rumah. Sumini kemudian mengecek lagi surat-surat yang ada di tasnya.

"Ayo, buk, dah siap ’kan?" tanya Joko yang baru keluar kamar.

"Udah.. ayo,"

Jalanan desa itu kecil dan berlubang, aspal yang melapisinya sudah lepas disana-sini. Kantor kelurahan lumayan jauh juga, santai saja Joko menjalankan motornya, jalanan yang berlobang memberi keasyikan tersendiri, setiap mengerem akan ada sentuhan gunung kenyal ibunya di punggungnya. Apalagi ibunya yang dibonceng menyamping berpegangan erat di pahanya, sebentar saja kontolnya sudah tegak berdiri. 
Tapi keasyikan itu harus berakhir ketika halaman kelurahan telah terinjak oleh ban motornya.

Suasana terasa sepi ketika Joko dan ibunya memasuki ruangan kantor, hanya ada seorang wanita berumur dengan kacamata tebal yang sibuk dengan sebuah buku besar, bu Minten, dia adalah salah satu staf di kelurahan.
"Pak Lurah ada, bu Minten?" tanya ibu Joko sopan.

"Eh, bu Sum... silahkan, bu," jawab bu Minten. "pak Lurah sedang keluar, tapi tadi sudah pesan kalau bu Sum datang, suruh nunggu di ruangannya, sebentar biar saya telpon,"

Kelurahan itu sebenarnya hanya satu ruangan yang disekat-sekat dan tentu saja ruangan khusus pak Lurah adalah yang paling nyaman, sebuah meja dengan sebuah kursi jati berspon empuk untuk sang penguasa dan 2 kursi besi berlapis spon tipis untuk tamu. Joko dan ibunya duduk berdampingan, Joko sejenak memperhatikan ruangan itu, sepi, sebuah kusen dengan kaca hitam memungkinkan orang yang dalam ruangan bisa tahu kalau ada orang yang akan memasuki ruangan itu. Joko terlihat gelisah.

"Kamu kenapa, Jok, kok gak tenang gitu?" tanya ibunya.

"WC sebelah mana, buk? Kebelet pipis," jawab Joko.

"Bilang dari tadi kenapa.. di sebelah kiri bu Minten tadi, masuk aja ke situ," Sumini yang memang sudah sering ke kelurahan jadi hapal ruang-ruang di kelurahan.
"Bentar ya, buk," jawab Joko cengengesan, sambil bangkit disempatkannya sikunya menggesek sisi luar susu ibunya.

Sepeninggal Joko, Sumini lalu membuka tas dan menyiapkan surat-surat yang mungkin nanti dibutuhkan. Tak lama Joko sudah kembali lagi. "Kok cepet, Jok?" tanya ibunya.

"Ngapain juga lama-lama di wc? Enakan disini, ada ibuk," jawab Joko asal, masih dengan cengengesan khasnya.

Sumini tak menjawab ucapan anaknya, ia nampak sibuk dengan kertas-kertas di tangannya. Joko memperhatikan ibunya yang terlihat serius di sampingnya. Matanya yang lebar bening, hidungnya yang bangir, pipi putih nan halus, dan bibir penuh bergincu tipis. Joko benar-benar mabuk dengan kecantikan ibunya.

"Hoaamms," Joko pura-pura mengantuk, "bosen, buk.."

"Tunggu saja, paling juga gak lama," jawab ibunya.

Joko tak menjawab, ia menelungkupkan kepalanya di meja berbantal lengan kanannya. Di bawah dilihatnya paha ibunya yang terbungkus pakaian, kain yang halus membuat bulatan paha itu begitu menggoda dan Joko yakin di pangkal paha itu tak ada celana dalam yang membalut sesuatu yang indah itu. Perlahan Joko menjamah paha ibunya. Ada getar lembut, rupanya ibunya terkejut dengan sentuhan itu. Perlahan nan lembut Joko mengusap-usap paha ibunya. Tak ada omelan atau teguran dari ibunya. Joko dengan hati-hati menarik ke atas rok ibunya yang lebar hingga ke atas lutut. Ada desah lembut dari ibunya ketika Joko mengusap-usap paha ibunya yang terasa lembut dan halus di jemarinya.

Sumini menggelinjang lembut, ia selalu tak tahan bila pahanya dibelai seperti itu, dilihatnya Joko yang telungkup berbantal lengan, dilihatnya pintu dan jendela kaca, kletak-kletak suara mesin tik manual di ruang sebelah menandakan penghuninya sedang sibuk. Sumini bergetar, jari-jari itu kini berada di selangkangannya, mengusap dan merayapi rambut halus di situ.

Joko pun jadi semakin berani, pelan dibukanya paha ibunya semakin lebar. Usahanya berbuah hasil, ibunya pelan tapi pasti juga membuka kakinya lebar dan semakin lebar, rok itu kini menjubal di bawah perut ibunya, Joko kini dapat melihat dengan jelas vagina ibunya, begitu gemuk dengan belahan merah sedikit kehitaman. Ingin rasanya Joko langsung menyosor dan menghisapi itil yang terlihat menyembul itu, tapi itu melanggar aturan tak tertulis dan tak terucap dari ibunya. Joko paham dan patuh aturan itu. Jarinya menyentuh daging sebesar kacang itu, ada gelinjang lembut ibunya. 
Jari-jari Joko dengan lembut terus mengusap dan perlahan tenggelam di kehangatan lembut nan basah.

Sumini menggigit bibir, berusaha menahan rintihan nikmat yang ingin terlontar. Sentuhan-sentuhan itu membangkitkan birahi terliarnya, matanya tetap siaga memperhatikan jendela kaca.

"Kepalang basah... ooh, enaknya tempekku." bisik hatinya. Dan tanpa ragu Sumini membuka lebar-lebar pahanya. Jari-jari itu kini bergerak keluar masuk di lubang peranakannya.

Bercinta di situasi yang tak tepat memang memabukkan, setiap gesekan jari Joko dalam vaginanya membuat saraf-sarafnya meregang nikmat. Sumini mendaki puncak nikmat itu dengan bantuan jari-jari anaknya. Maka dia begitu kecewa ketika jari-jari itu dicabut dari kedalaman peranakannya. Dilihatnya Joko memasukkan tangannya ke saku celana.

"Kasian, dia pasti ngaceng banget," bisik hati ibu Joko yang mengira anaknya sedang memperbaiki letak kontolnya yang menekuk dalam celana.

Kembali dia memperhatikan jendela kaca dan tetap siaga kalau-kalau ada orang masuk. Dan.. nikmat itu kembali membelainya. Sesuatu yang licin, hangat, begitu nikmat keluar masuk di lubang peranakannya.

"Iya, pak, bu Sum di dalam,"

Ibu Joko tersentak, itu suara bu Minten, dan kemudian terlihat sosok pak Lurah dari jendela kaca. 
Sontak Sumini menutup pahanya dan menurunkan rok panjangnya menutupi kaki. Tapi ada yang mengganjal dalam vaginanya dan itu bukan jari-jari anaknya yang kini sedang mengelap jari tangan di celana yang dipakainya.

"Astaga, apa yang ada dalam tempekku?" jerit ibu Joko dalam hati, panik mulai menyerangnya tapi dilihatnya Joko tenang-tenang saja seolah tak terjadi apapun.

"Wah, maaf lho bu Sum. Sudah lama nunggu? Ada survey PNPM tadi, rumah mbah Noko dapat bantuan," kata pak Lurah sambil menyalami kedua tamunya. "kamu gak sekolah, Jok? Libur tah?" tanya pak Lurah pada Joko.

"Libur, pak, ada rapat guru-guru," jawab Joko.

"Lho, berkas-berkas ini kenapa dibawa lagi, bu Sum? Kan suratnya sudah jadi, bu Sum tinggal tanda tangan saja," ucap pak Lurah.

"Siapa tau dibutuhkan, pak." jawab ibu Joko yang masih panik dengan sesuatu di dalam vaginanya. Dilihatnya Joko yang acuh tak acuh mengeluarkan hape dari kantongnya, dan mulai asyik dengan benda kecil itu.

Pak Lurah mengeluarkan beberapa lembar kertas dan sebuah buku besar, "Bu Sum tanda tangan disini... disini... disini," Pak Lurah menunjukkan mana-mana yang harus ditandatangani sambil menyodorkan pulpen.

Sumini menerima pulpen itu dan mulai memberi tanda tangan di tumpukan kertas di depannya, tapi baru juga satu tanda tangan dibubuhkan, sebuah serangan dahsyat melanda vaginanya. Getaran yang kuat dari sesuatu di dalam vaginanya membuatnya terhentak, saraf-saraf yang tadi tertunda klimaksnya menggeliat mendapat jalan menuju puncak itu. Sumini menggenggam erat pulpennya erat erat. Titik-titik keringat mulai terlihat di keningnya dan serr... serrr... Orgasme itu datang. Sumini meluruskan kakinya, jari-jarinya menekuk. Kejang dan tegang.

"Bu.. Bu sum, sampeyan sakit?" tanya pak Lurah bingung melihat tingkah Sumini.

Sumini diam tak menjawab, matanya terpejam. Getaran benda dalam vaginanya mengantarkanya ke puncak orgasme yang aneh, saru dan memabukkan di bawah tatapan bingung kepala desa. Beberapa detik kemudian getaran dalam vaginanya mereda, tapi ganjalan karena sesuatu dalam vaginanya terasa menyesa. Perlahan ia membuka mata menatap pak Lurah, wajahnya merah campuran antara malu dan puas.

"Anu pak, rematik di paha saya kambuh, jadi sakit sekali." ucapnya beralasan sambil memijit pahanya di bawah meja, tangannya beralih ke paha anaknya dan mencubit paha Joko kuat-kuat karena gemes dan jengkel.

Joko meringis menahan cubitan itu, walaupun sakit sekali dia yakin bekas cubitan itu pasti biru lebam. "Kalau dah selesai, kita cepat pulang saja buk, daripada kenapa-kenapa disini," ucap Joko pura-pura khawatir.

"Oh iya.. ya ini tinggal beberapa yang perlu ditanda tangani, setelah ini surat-suratnya bisa dibawa pulang," ucap pak Lurah yang benar-benar kuatir melihat kondisi Sumini yang terlihat lemas.

Ibu Joko kemudian meraih pulpen dan mulai menanda tangani kertas-kertas di depannya. Suasana hening. Pak Lurah juga hanya menunjuk bagian yang harus ditanda tangani tanpa berkata-kata. Joko kembali tenggelam dengan hape butut di tangannya.

"Tinggal ini, bu, buat dokumen di kelurahan." kata pak Lurah sambil menyodorkan buku besar.

Sumini menggeser buku itu dan menandatangani di salah satu halaman ketika getaran itu datang lagi dan menggelitik vaginanya. Jarinya bergetar, tanda tangan terakhir itu jadi tak karuan. Rasa geli di vaginanya tak tertahankan, seakan ada benda hidup di vaginanya, bergetar dan menggeliat di peranakannya. Sumini menggigit bibirnya, dapat dirasakannya cairan kewanitaannya mengalir keluar membasahi belahan pantatnya.

"Bu Sum, kambuh lagi ya?" tanya pak Lurah antara kuatir dan heran dengan perubahan ekspresi wajah Sumini. Sudah 20 tahun ia berumah tangga, ia ingat betul ketika istrinya terpuaskan birahinya maka ekspresi itulah yang muncul.
"I-iya, pak." jawab Sumini terbata-bata sambil memejamkan matanya, rasa geli itu tak tertahankan. Nikmat yang aneh dan seumur hidup baru kali ini ia merasakan.

Pak lurah membereskan kertas di mejanya dan memasukkan surat-surat ke dalam map. Antara kuatir dan takjub, janda cantik di depannya ini diam-diam membangkitkan birahinya. "Sudah selesai, bu Sum, ini surat suratnya di dalam map." kata pak Lurah.

"Biar saya yang bawa, pak," kata Joko sambil mengambil map yang diangsurkan ke ibunya.

"Joko, papah ibuk ya, sakit sekali kaki ibuk," kata Sumini sambil berdiri, dapat dirasakannya ada cairan hangat mengalir melewati pahanya.

"Mas Joko ambil motornya saja, biar bapak yang bantu ibu." tawar pak Lurah.

Joko sejenak memandang ibunya meminta persetujuan, ibunya mengangguk setuju. Meski berat, Joko beranjak juga keluar.

"Mari bu, saya bantu," kata pak Lurah sambil meraih pinggang Sumini, alasan menyuruh Joko sebenarnya memang pak Lurah ingin dekat dengan janda bohay yang sering jadi buah bibir karena kecantikanya ini.

Perlahan Sumini melangkah, getaran itu berhenti sekarang, tapi sesuatu di dalam vaginanya seakan tergesek-gesek, menimbulkan sensasi baru yang membuat saraf-sarafnya bergetar nikmat. Ia juga tak berani membuka kakinya lebar-lebar karena takut benda nikmat di vaginanya jatuh, walaupun sebenarnya Sumini yakin benda itu tertanam dalam dan terjepit kuat sekali.

Baru juga tiga langkah, sesuatu dalam vaginanya bergetar lagi. Sumini melenguh, tubuhnya menggigil, tangan kirinya merangkul erat tubuh pak Lurah, Dan serr.. serr... Orgasme keduanya datang dan melemaskan sendi-sendi kakinya.

Sebagai laki-laki matang, pak Lurah sadar apa yang dialami janda bohay itu adalah bukan karena sakit. Dengan takjub dipandanginya wajah cantik berkerudung milik Sumini, titik-titik keringat nampak membasahi kening dan ujung hidungnya yang bangir, mata yang sayu, bibir yang setengah terbuka. Insting laki-laki pak lurah menjadi liar, tangan kanannya yang merangkul pinggang bergerak ke atas dan meremas lembut susu Sumini.

”Ahh..” Sumini melenguh, sentuhan itu terasa seperti ombak yang menghantam tegak karang puting susunya. Ia tenggelam dalam lautan birahi tanpa menghiraukan apa dan dimanadirinya sekarang berada.

"Aduh, bu Sum kenapa?" suara kuatir dari bu Minten bagai petir di siang bolang, sontak pak Lurah menarik tangannya dari susu janda bohay tersebut.

"Pahanya kena rematik, bu, jadi sakit kalau dibuat jalan," kata pak Lurah menjelaskan dengan kikuk dan canggung.

"Oalah, kok bisa encok di kaki sih? Sini saya bantu," dengan sigap bu Minten memapah Sumini, tertatih-tatih akhirnya sampai juga mereka di depan pintu dimana Joko sudah menunggu dengan motornya.

Sumini lega sekali ketika pantat basahnya sudah duduk di atas jok motor, getaran dalam vagina kembali menggelitik, merangsang saraf-saraf dalam vaginanya yang semakin sensitif karena sudah 2 kali orgasme.
"Terimakasih, pak, bu. Maaf sudah merepotkan, saya pamit dulu," ucap Sumini lemah.

"Iya, hati-hati. Mas Joko, pelan pelan saja motornya ya," jawab pak Lurah.
"Iya, pak.. mari," jawab Joko, motornya kemudian berjalan lambat menyusuri jalan desa. Ibunya yang duduk di belakang merangkul erat pinggangnya tanpa berkata-kata, hanya sekali-kali geliatan lembut dan rintihan pelan terlontar.

Jalan yang bergelombang membuat sesuatu dalam vaginanya seperti hidup, benda dalam vagina itu berhenti bergetar hanya sebentar, kemudian mulai bergetar lagi. Sumini mendesah, menggelinjang, begitu geli, begitu nikmat. Jalanan itu sepi dan Sumini tak perduli lagi. Itilnya yang mengeras menuntut sentuhan, yang segera digosok-gosoknya untuk melepaskan orgasme ketiganya.
"Aaucchh..." desahnya keras. Joko merasakan jari-jari ibunya mencengkeram perutnya.
"Hehe.."Joko tertawa kecil sambil nyengir kuda. Selang tak berapa lama motornya sampai di halaman rumah.

Ibu Joko segera turun dan bergegas masuk. Apapun dalam vaginanya dia tak perduli. Dia hanya ingin berbaring di kasurnya yang empuk. Tubuhnya lelah. Sumini memejamkan matanya berbaring terlentang dengan kaki terbuka lebar. Tak lama kemudian Joko masuk. Ibunya terlihat begitu menggoda dengan pakaian lengkap dan kerudung, tapi kaki terpentang lebar. Perlahan Joko mendekat dan menyingkap rok ibunya sampai ke perut. Terlihat aliran dari lelehan cairan kewanitaan ibunya di sebelah dalam pahanya yang mulus.

Mulut Joko tampak tersenyum ketika melihat benda mirip ujung balon keluar dari mulut vagina itu. Diraihnya dan dengan perlahan dan ditariknya benda itu yang ternyata molor terbuat dari karet, terdengar dengung dan getar lembut, agak panjang juga karena seret terjepit vagina gemuk ibunya, ternyata karet itu membungkus benda merah yang terus bergetar.

"Ploppp.." akhirnya keluar semua benda itu yang ternyata hape kecil milik Joko yang terbungkus kondom rangkap dua, kondom itu Joko beli di apotek saat keluar bersama Dirgo. Joko heran juga dia mengerjai ibunya hanya pas di kantor kelurahan, dengan menelpon hape dalam vagina itu yang sudah dia set getar bila ada panggilan. Penasaran Joko merobek kondom pembungkus hape.
"Asem, ternyata Murni. Dasar cewek gatel, bikin gatel tempek ibuku,"kata Joko dalam hati.


Joko meletakkan hapenya di meja kecil sebelah ranjang, ibunya masih berbaring, mata terpejam, dan vaginanya terbuka merah basah. Joko lekas memelorotkan celana, melemparkannya ke lantai, kontolnya mengangguk-angguk merasa bebas karena sesak ngaceng dalam celana. Joko naik dan langsung menindih tubuh ibunya, kontolnya seakan bermata dalam mencari lobang nikmat dan zleebb... sekali lagi mereka bersetubuh.

Obat Pembesar Penis